Hidup dengan Pemikiran Modern
Bagi seorang pemikir, kritik, cacian, dan pujian
adalah hal yang wajar dan tentu itu ialah resiko yang sudah harus disadari
sejak awal. Kritik memungkinkan berfungsi sebagai alat perbaikan atau pembantah
bagi buah pikir yang telah dihasilkan. Mungkin bisa disebut kritik yang bertanggungjawab
jika itu disertai dengan solusi dan jika tanpa solusi tentu sah-sah saja untuk
tetap dilontarkan.
Cara pandang seorang pemikir biasanya melahirkan
inovasi atau hal-hal baru yang sesuai dengan zaman atau hal baru yang digunakan
untuk mengantisipasi masa yang akan datang. Dan tentu hal ini akan menuai
tanggapan dari berbagai kalangan masyarakat.
Sebagai penggemar lagu Umi Kulsum sedari kecil
Nurcholish telah menyuntuki bab-bab keagamaan. Hal itu bisa kita runut dari
lembaga-lembaga pendidikan yang pernah disinggahinya ketika belajar. Dari
lembaga itulah ia menjadi seorang pemikir yang modern serta fleksibel sesuai
dengan keadaan pada masanya.
Gontor adalah salah satu lembaga yang turut andil
membentuk pemikiran Cak Nur. Pondok ini adalah salah satu pondok yang menerapkan
pendidikan secara modern seperti adanya olahraga, drum band, pemakaian dasi, tidak berpeci, dan tidak sarungan. Jelas
hal ini pada masa dulu menjadi masalah karena beberapa hal itu dianggap haram
oleh beberapa kalangan dengan alasan itu adalah pakaian yang dikenakan atau
dibuat oleh penjajah.
Anggapan itu kini mulai pudar seiring banyaknya orang
yang memakai pakaian seperti celana, dasi, dan sebagainya. Dan tentu jika hari
ini masih saja ada yang mengharamkannya, itu tanda tidak bisanya agama
menyesuaikan zaman. Padahal dengan sifat yang dinamis maka agama akan dapat
diterima oleh banyak orang.
Dari cara berpikir yang modern, hal itu membuat Nurcholish
sukses di beberapa organisasi hingga dipercaya memimpin PB HMI (Pengurus Besar
Himpunan Mahasiswa Islam) selama dua periode dan mencetuskan NDP (Nilai-nilai
Dasar Perjuangan) yang diterima oleh semua kader HMI. Pencetusan ini tak lain
adalah karena adanya kesadaran dari Cak Nur untuk memenuhi bacaan yang
komperhensif dan sistematis tentang ideologi islam. Kesadaran Cak Nur bukan
hanya perkara pergerakan belaka akan tetapi dibidang pendidikan ia juga sadar
betul tentang harus adanya perbaikan. Hal itu dibuktikan dengan berdirinya
Universitas Paramadina dan ICMI yang pertama kali dipimpin oleh Habibie.
Tak berhenti dalam bidang pendidikan, Cak Nur juga
punya kiprah di dalam bidang politik. Di masa Soeharto, ia adalah salah satu
dari “Sembilan Wali” yang dimintai masukan memberikan nasehat kepada Soeharto
menjelang masa berakhirnya masa jabatannya di tahun 1998. Saat itu ia ditawari
menjadi ketua reformasi. Dan jika saat itu mau memanfaatkannya, mungkin bisa
saja menjadi presiden. Akan tetapi itu urung terjadi karena ia merasa belum
berkeringat dalam perebutan kursi presiden.
Memang sepantasnya
Nurcholish tak menjadi presiden. Karena sebagai pemikir dan guru bangsa, ia lebih
tepatnya menjadi penyumbang ide bagi bangsa agar menjadi negara yang modern.
*Ditulis Untuk undangan menulis Kelab Buku Semarang
20 11 2018 di Lempongsari, Semarang.
Komentar
Posting Komentar