Sjahrir yang Bersemangat

Kemerdekaan Indonesia telah melahirkan sejarah panjang dan melibatkan banyak kalangan, baik yang masih diingat atau telah berangsur-angsur dilupakan oleh khalayak umum. Sjahrir atau Bung Kecil, adalah salah satu kalangan yang terlibat dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Namun, kerap kali Bung Kecil ini tak nampak ketika nama Soekarno dan Hatta disebut. Sjahrir bisa disebut seorang negarawan, aktivis politik, perdana menteri, intelektual, serta diplomat. Semasa muda, Sjahrir begitu semangat. Itu dapat kita lihat dari beberapa hal. Misal; ketika ia bersekolah di (Algemeene Middelbare School) AMS, Bandung, beliau lebih senang berkecimpung di area kemasyarakatan. Dan pada waktu itu, ia bersama temannya berhasil mendirikan perguruan “Cahya” yang bergerak dalam bidang pemberantasan buta huruf. Ayah Sjahrir yang bekerja dengan Belanda, tak lantas membuat ia hidup adem-ayem melihat saudara-saudanya dijajah oleh kolonial Belanda. Keputusan bergabung dengan pemberontak, saya anggap ia sosok yang pemberani. Karena ia meninggalkan zona aman yang ada pada dirinya. Apabila itu terjadi di masa sekarang, mungkin kita akan sulit menemui pemuda yang seperti itu. Terlebih, pemuda sekarang condong pada sesuatu yang serba instan. Begitu besar pengorbanan pemuda ini dalam memperjuangkan kemerdekaan. Tugas Negara yang memaksa ia harus meninggalkan studi beserta sang kekasasihnya(Maria) di Belanda, itupun dilakukannya. Setiap memperjuangkan kemerdekaan, semangatnya selalu berapi-api. Sjahrir mempunyai cara guna menjaga semangat itu, yaitu dengan selalu menulis surat kepada Maria di Belanda. Sjahrir selalu ingin kemerdekaan dilakukan cepat dan sesegera mungkin. Beberapa kali, ia telah mengusulkan agar segera memproklamasikan kemerdekaan. Namun, hal tersebut selalu ditolak oleh Soekarno. Bung besar itu lebih memilih menunggu lampu hijau dari jepang. Kesegeraan Sjahrir ini, tak lain karena ia takut akan adanya campur tangan dari pihak Jepang. Ternyata benar, ketakutan itu terbukti. Walaupun memilih tak hadir dalam pembacaan proklamasi, Sjahrir tetap datang memenuhi panggilan Seokarno untuk ikut andil dalam memimpin republik. Sikap Sjahrir yang seperti ini, menunjukkan bahwa ia tak egois dan lebih mendahulukan kepentingan rakyat dan bangsanya. Tak berhenti di sini, beliau juga ikut andil dalam mempertahankan dan memperoleh kemerdekaan secara utuh. Walaupun banyak yang menentang caranya dalam mempertahankan negara ini, ia terus menjalankan caranya, berdiplomasi. Diplomasi lewat perundingan Linggarjati telah menghasilkan kebijakan diantaranya: diakuinya wilayah Indonesia yang terdiri dari Jawa, Madura, Sumatera serta terbitnya sebuah paspor. Sjahrir selalu berpikir ke depan dan itu terbukti benar. Namun, Sjahrir adalah manusia yang tak luput dari salah. Kekalahan PSI dalam Pemilu 1955, itu akibat Sifat Sjahrir yang mengklaim bahwa masyarakat telah apatis terhadap politik, serta batasan jumlah anggota yang diterapkan pada partai. Pembatasan anggota yang ditanamkan pada organisasi tak seharusnya dijalankan di partai, karena partai selain mengharuskan mempunyai kader yang bekompeten juga harus mempunyai masa yang banyak. Kekalahan ini membuat Sjahrir kian terpuruk. Penangkapan yang dilakukan oleh Soekarno harus memaksa dirinya mendekam di penjara. Penyakit stroke yang menyerangnya tak membuat ia bertahan hidup lebih lama, pada 9 April 1966, beliau meninggal di rumah sakit Zurich, Swiss. Tragis sekali akhir perjalanan Syahrir dalam pengabdiannya pada negara ini. Harus meninggal sebagai tahanan negaranya sendiri. Padahal bila kita telaah lebih dalam, Sjahrir telah berjuang tanpa ragu dalam melawan penjajah-penjajah yang pernah singgah di Indonesia.

Komentar

Postingan Populer