Ada Cerita dalam Cinta


Memaknai kehidupan tak melulu lewat cerita nyata atau berita sehari-hari. Kita bisa menemukannya di karya seperti cerpen untuk melengkapi makna dalam kehidupan yang sedang berjalan. Walaupun seringkali cerpen dianggap hanya sebagai bacaan hiburan, namun cerpen mampu memberikan makna lebih, sebab cerita yang hadir biasanya telah ditakar-takar dengan matang oleh penulisnya, sehingga berani dihadirkan ke publik. 

Kumpulan cerita pendek Ngadiyo yang berjudul Diplomasi Cinta tak hanya mengisahkan cinta seperti pada judul buku. Cerita-cerita yang hadir pun beragam dan tak monoton. Cerita tak melulu berkisar pada kisah sepasang kekasih yang akan bersepakat menikah atau adanya kegagalan dalam menjalin asmara. Lebih dari itu, Ngadiyo juga menghadirkan beberapa cerita soal ritual pergi─pulang dalam rutinitas kehidupan seseorang.

Cerita terkait persoalan cinta dapat kita temukan di cerpen yang berjudul Diplomasi Cinta dan Jarak. Keduanya sama-sama mengalami sebuah perjumpaan cinta namun tak bernasib sama. Dalam cerpen Diplomasi Cinta, cerita berakhir dengan kesedihan karena pengejaran cinta yang mendapat penolakan. Sebaliknya, di dalam cerpen berjudul Jarak cerita berakhir dengan bahagia.

Kedua cerita tersebut memberitahu bahwa perjumpaan tak selalu memberikan kebahagian pada orang yang melakukan perjumpaan. Cerita perjumpaan juga dapat kita baca pada cerpen berjudul Bisu, serta Sakum dan Nasilah. Di sana juga tak melulu kebahagiaan hinggap pada setiap perjumpaan. Dalam cerpen Bisu, kita akan mendapati seorang yang berempati kepada pengamen bus atas usahanya untuk mengais rezeki.

Dalam cerpen Sakum dan Nasilah sendiri, perjumpaan setelah beberapa waktu melaulkan perantauan membuat ibunya sadar. Ketika mendapat kiriman dan waktu menjelang lebaran ia hanya membeli pakaian. Padahal saat itu ia berada di depan toko emas. Dengan penuh kesadaran ia berujar “Nggak Yu. Uang kiriman suamiku kutabung untuk membangun rumah. Aku dan suamiku berencana membeli bata, besi, semen dulu.”

Perjumpaan kembali antara Sakum dan Nasilah mebuat kesadaran akan pentingnya untuk hidup lebih baik di hari depan dengan perwujudan sebuah rencana untuk membangun rumah. Alasan Sakum yang pergi merantau adalah gaji yang terlau kecil. Keberaniannya untuk pergi tentu demi memperbaiki kehidupan keluarganya agar kelak menjadi bermartabat dan terhormat. Ikhtiar-ikhtiar untuk mematutkan diri juga hadir di dalam cerpen berjudul Penitipan Barang. Rijon seorang siswa yang hanya mendapat uang saku satu minggu sekali melakukan konsinyor. Pekerjaan menjadi konsinyor membuat Rijon lebih bergairah dalam menjalani hidup, hingga Ia mendaftarkan diri dalam seleksi masuk di universitas nasional. Baginya memang itu seperti mimpi, karena sebelumnya tak ada rencana seperti itu.

Hal yang hampir sama juga ada pada cerpen berjudul Obsesi. Seorang lelaki yang kuliah di jurusan ekonomi. Sebab tak tega melihat keadaan ekonomi keluarganya karena juga harus membiayai kuliah serta sekolah adik-adiknya, ia membantu seorang ibu-ibu penjual gorengan. Tiap pagi, Ia datang dan mengantar gorengan tersebut ke kos serta warung-warung. Walaupaun hanya sedikit, tetapi hal itu dapat mengatasi masalah keuangannya.

Cerita tentang usaha betahan hidup tentu sering dianggap lebih berarti daripada cerita percintaan. Namun, bila hanya menceritakan pertahanan hidup akan menjadi monoton. Maka kehadiran cerpen seperti judul pada buku ini telah memberikan warna tersendiri di antara deretan cerita yang hadir di dalam buku.

Membaca kumpulan cerpen ini saya sedikit mendapat bocoran, sebab beberapa waktu lalu saya mendapati Ngadiyo membuat status di facebook terkait cerita perjalanan hidupnya. Maka tak mengherankan bila cerpen yang berjudul Penitipan Barang dan Obsesi seperti sebuah memoar. Namun, hal itu bukan masalah. Yang terpenting, ketika kita membaca kumpulan cerpen tersebut  dapat menikmati jalan cerita yang sedang disuguhkan kepada pembaca.

Pengambilan judul Diplomasi Cinta begitu menarik, sebab akan menimbulkan berbagai macam pertanyaan ketika ada orang yang baru melihatnya. Hal itu terjadi ketika ada orang datang bertamu di bascamp LPM Vokal Universitas PGRI Semarang dan melihat buku ini. Ia langsung berujar “Apakah itu cerpen-cepen tinlit?” Aku terdiam sejenak lalu memintanya untuk membaca buku itu sendiri. Sekian.

 

Komentar

Postingan Populer