Mencipta Kemandirian Perempuan


Sabang dan Merauke menjadi batas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Indonesia mempunyai wilayah luas dan juga masyarakat yang beragam budayanya. Meramu Indonesia menjadi negara maju tak semudah seperti membalik telapak tangan. Kita tahu, proklamator kemeredekaan kita berkeliling keseluruh daerah demi mewujudkan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.

Buah keberhasilan Soekarno tak lepas dari peran seorang perempuan yang berada di sisinya, Ibu Inggit Ganarsih. Dimulai pada masa muda hingga menjelang duduk di kursi Istana Negara, Inggit selalu di sisi Soekarno. Baik saat berkeliling nusantara atau sewaktu berada di penjara. Inilah tanda adanya peran penting bagi perempuan. Mereka tak hanya menghuni rumah dan menjalankan pekerjaan rumah.

Begitu penting peran perempuan, namun hingga kini masih ada pandangan sebelah mata bagi para perempuan. Perempuan sering dinomorduakan serta identik dengan dapur, sumur, dan kasur. Di desa-desa, hal ini masih berlaku. Bahkan, akibat himpitan ekonomi mereka harus bekerja dua kali lipat. Bekerja di dalam sebagai ibu rumah tangga dan di luar sebagai pekerja.

Kerja ganda pun dilakukan para perempuan demi memenuhi kebutuhan keluarga. Yang semula hanya berada di rumah, kini mereka tiap pagi harus keluar menuju pabrik-pabrik yang akan menambah penghasilan mereka. Upaya itu dilakukan, karena mereka semua ingin menghindari lembah kemiskinan. Di dalam buku “Sarinah” Soekarno menginginkan adanya keseimbangan hidup antara kaum laki-laki dan perempuan. Perempuan diharapkan setara dengan lelaki, tapi tak melewati kodrat alam yang telah ditentukan.

Senada dengan penuturan Presiden pertama Indonesia, Ki Hadjar Dewantara juga bertutur di dalam buku “Soal Perempuan” yang mempersoalkan posisi perempuan di lingkungan keluarga dan masyarakat. Beliau menuturkan bahwa perempuan tak boleh melewati kodrat, setangguh apapun perempuan itu. Bila melewati kodrat, maka berakibat fatal bagi perempuan yang melanggar.

Gerakan feminis telah menyebar di mana-mana. Kini perempuan berkesempatan berada di panggung pemerintahan dan ikut di dalam dunia perpolitikan. Setelah ikut berperan dalam membangun negara, tentunya perempuan tak mau dianggap sebagai pelengkap belaka. Mereka diharuskan menunujukkan baktinya pada negara. Memaksimalkan kerja, ketika menerima amanah dari negara dan tak lupa untuk memperbaiki ekonomi perempuan yang masih kesulitan hidupnya.

Politik dan Perempuan

Maraknya gerakan perempuan yang telah menyebar dipelbagai dunia membuat para perempuan memperjuangkan hak-haknya sebagai seorang perempuan. Jauh sebelum kemerdekaan, telah muncul berbagai gerakan dan organisasi perempuan dari bermacam golongan dan daerah yang ada di Indonesia. Kita bisa lihat seperti Wanito Oetomo, Aisyiah, Poetri Indonesia, dan lain sebagainya. Mereka tidak berdiam diri, tetapi juga mengambil bagian dalam kongres pertama perempuan yang berada di Yogyakarta.

Dalam kongres itu mereka melayangkan beberapa hal yang meliputi pendidikan perempuan, nasib anak-anak yatim dan janda, perkawinan anak-anak, reformasi aturan-aturan dalam pernikahan perempuan dan masih banyak lagi yang perlu dibicarakan.

Perempuan masa kini, patut bersyukur karena ruang untuk bergerak dan menyuarakan aspirasi telah terbuka. Di tahun 2004 kita tahu bahwa ada kebijakan tentang keikutsertaan perempuan di dunia perpolitikan. Tiap partai diharuskan mengisi kuota 30% pada pelaksanaan pemilu.

Keterwakilan perempuan dalam politik memiliki arti dan peranan penting, yaitu untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan gender yang sering banyak dipermasalahkan dan menjadi perdebatan sengit. Kehadiran mereka di parlemen diharapkan mampu menjadi alat kontrol jalannya roda pemerintahan. Khususnya dalam masalah gender dan juga anak.

Perempuan dan anak menjadi satu paket yang kerap kali menjadi permasalahan seperti masalah kesetaraan gender, di mana masih sering kita jumpai bahwa perempuan banyak dimarginalkan dan diabaikan karena berlatar belakang budaya, struktur sosial, maupun agama dan tak luput pula masalah perlindungan anak. Salah satu kasus yang dapat kita angkat seperti kasus para TKW asal Indonesia yang kerap mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari para majikan.

Peristiwa seperti itu dapat diatasi ketika wakil-wakil dari perempuan yang berada di parlemen dapat membuat hukum secara jelas tentang perngiriman TKW. Antara pihak negara kita dengan negara yang disinggahi TKW. Hal ini agar nantinya tak terjadi permasalahan yang mengancam keberlangsungan kehidupan para pekerja.

Kemandirian ekonomi perempuan

Seringkali perempuan diremehkan lelaki karena tak terlihat kontribusinya dalam pemenuhan ekonomi keluarga. Tapi anggpan itu, tak bisa dianggap benar begitu saja. Banyak telaah yang harus dilakukan. Misalnya, kita mengetahui bahwa Soekarno pernah mengisahkan di dalam buku Sarinah, bahwa awal penggerak ekonomi ialah para perempuan. Mereka bergerak lewat cocok tanam dan berkebun di kebun masing-masing.

Apalagi kini, dengan adanya gerakan perempuan serta hak berpolitik bagi perempuan. Para perempuan telah memiliki ruang untuk menggerakkan ekonomi secara leluasa. Tak usah diragukan lagi, jika perempuan telah memiliki peranan penting untuk meningkatkan perekonomian Negara. Berdasarkan pengumuman dari Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia 2010, ada 60 persen Usaha Kecil Menengah (UKM) dikelola oleh perempuan Indonesia. Itu tanda bukti adanya kesadaran perempuan Indonesia untuk maju dan berkembang dalam ekonomi, baik untuk meningkatkan ekonomi keluarga atau Negara.

Kondisi krisis ekonomi secara tak langsung juga mendukung tumbuhnya jiwa kewirausahaan perempuan dalam rangka menciptakan kemandirian ekonomi pribadi dan keluarga. Tak dipungkiri dengan berwirausaha, para perempuan dapat memiliki kemandirian secara finansial dalam keluarga. "Dengan adanya kemandirian ekonomi, perempuan bisa memiliki kekuatan sendiri untuk melakukan banyak hal kebaikan, baik untuk keluarga maupun masyarakat sekitarnya. Selain itu, kekuatan akan memperkuat perempuan secara psikologis dan menghindari adanya tindakan pelecehan atau kekerasan dalam rumah tangga. Dan ini membuat perempuan punya posisi tawar dalam keluarga; bukan berarti untuk mengalahkan suami, tapi agar tidak disepelekan, sebab memiliki peran dalam pemenuhan ekonomi.

Namun sayangnya, banyak perempuan yang hingga kini belum menyadari kemampuan mereka untuk berwirausaha. Banyak hal yang menjadi pertimbangan mereka, seperti tidak adanya dukungan dari suami, atau karena adanya kewajiban dalam ranah domestik yang harus dilakukan setiap hari, sikap malas untuk berkembang dan salah pergaulan.

Para perempuan yang memutuskan berwirausaha dengan modal nekat dan hasilnya ternyata mampu meraup kesuksesan. Hal itu karena ada beberapa kelebihan perempuan dalam mengelola bisnis yaitu: Pertama, Perempuan memiliki keunggulan dalam hal networking, karena memiliki pergaulan luas. Hal ini dikarenakan perempuan memiliki kemampuan dalam bersosial dan bergaul dengan baik. Sehingga lebih mudah menjaring konsumen. Misalnya melalui arisan, acara PKK, dan majelis talim.

Kedua, kreatif. Perempuan dinilai jeli dalam melihat peluang usaha. Terkadang yang dipikirkan laki-laki dan dianggap sebagai bisnis sepele, malahan dapat menghasilkan keuntungan dan kesuksesan bila dilakukan perempuan. Ketiga, telaten. Perempuan identik lebih teliti dalam menjalankan usaha. Kedetailan dalam bisnis seperti kemasan, label, dan hal kecil sangat diperhatikan perempuan. Sehingga membuat produknya menjadi lebih menarik dan memiliki daya jual yang tinggi.

Keempat, tidak mudah putus asa. Dalam berbisnis, perempuan dinilai lebih tangguh dan tidak mudah putus asa ketika sukses belum teraih. “Perempuan itu ibarat akar tumbuhan yang terus mencari cara untuk tumbuh dan sukses. Ketika menghadapi kegagalan, perempuan memiliki daya juang yang tinggi dan lebih sabar untuk memulai kembali sesuatunya dari awal”. Ketika mendapat PHK, perempuan lebih bersabar dan lalu berusaha mencari cara untuk bisa bertahan dan mengesampingkan gengsinya untuk memulai usahanya dari awal.

Begitu banyak perempuan memiliki kelebihan dalam berkewirausahaan. Kita sebagai warga negara haruslah optimis dan selalu mendukung ide-ide untuk terus mengembangkan bisnis yang akan dijalankan perempuan. Perempuan yang biasanya dimarginalkan kini harus bangun, terutama dalam hal perekonomian dan berkehidupan. Dan inilah bentuk bakti dari perempuan untuk negara kita, NKRI.[2015]

Mohammad Zainudin Aklis. Esai ini ditulis untuk lomba KOPRI PMII Kota Semarang Tahun 2015.



Komentar

Postingan Populer