Administrasi Pendidikan yang Berbelit

Setiap tahun ajaran baru, pastinya banyak sekali siswa yang akan melanjutkan pendidikan pada jenjang berikutnya, baik ke tingkat SMP, SMA, ataupun ke perguruan tinggi (PT). Mereka semua ingin mendapatkan tempat belajar baru dan yang berstatatus faforit, ternama, dan terlebih-lebih yang sekolah negeri yang punya nama.
Semua lembaga pendidikan, terutama kampus berlomba-lomba mempromosikan dirinya dengan berbagai konsep. Beragam cara pun dipakai, di antaranya melalui iklan dengan menampilkan fasilitas yang telah ada di kampusnya, selebaran pamflet, dan lewat baliho yang biasanya berada di pinggir jalan. Pengenalan ini dilakukan sampai keluar kota hingga ke provinsi.
Sudah menjadi kebiasaan, jika kita masuk ke sebuah tempat pastinya kita akan memulainya dengan registrasi. Apalagi pada sebuah lembaga pendidikan, wajib hukumnya melakukan hal itu, terlebih jika itu kampus. Karena apabila registrasi ini tidak dipenuhi, maka bisa dipastikan bahwa kita tak dapat masuk pada lembaga yang dituju.
Administrasi yang diberikan pada calon mahasiswa sering sekali dipersulit, baik dari segi finansial atau persyaratan lainnya. Biasanya hal tersebut dilakukan saat calon mahasiswa masuk pada proses registrasi masuk untuk menjadi mahasiswa. Sebagai kalangan yang berpunya, pastinya biaya tak menjadi ancaman yang terlalu membebaninya. Mereka “pendaftar” tinggal melayangkan “proposal” permintaan kepada orang tuanya, maka semua beres. Jurusan yang dicita-citakan pun akan mudah ia masuki tanpa hambatan yang berat.
Beda, jika hal itu dialami oleh kalangan tak berpunya, mereka harus berusaha dan bekerja ekstra keras untuk masuk ke kampus impiannya. Beasiswa, merupakan salah satu jalan yang bisa mereka tempuh. Persyaratan yang sulit pun mereka usahakan, mulai dari mencari surat keterangan miskin, surat dari polres, surat kesehatan dan surat anti narkoba dari dokter, serta surat keterangan berprestasi dari sekolah yang dibuktikan dengan piagam atau nilai raport. 
Setiap lembaga pendidikan, pasti mempunyai sistem yang dijalankan dan tak semua sustemnya sama. Ponpes sebagai lembaga pendidikan yang condong terhadap disipin-disiplin ilmu agama ternyata menerapkan sistem administrasi yang mudah bagi calon santrinya. Di lembaga ini tak mengharuskan meminta beberapa surat dari pihak polisi, dokter, kepala Desa, serta kepala sekolah. 
Yang pasti, persyaratan yang diberikan untuk masuk dan diakui sebagai santri tak terlalu berbelit-belit. Saya pun telah mengalami sendiri. Pemenuhan persyaratan tak menyinggung status seperti, dari kaum berpunya atau tidak, preman, pencuri, telah menikah, dan lanjut usia pun tak menjadi masalah yang berarti bagi lembaga ini.
Lama-cepat dalam dunia pendidikan sebenarnya tak menjadi penghalang untuk kita mencapai ilmu yang banyak serta bermanfaat. Proses tirakat atau usahalah penentu keberhasilan dan yang membedakan antara satu manusia dengan manusia lain. Jika di dalam proses kita kuat, maka kita akan menjadi out put yang berkualitas.
Pendidikan formal dan informal selalu melahirkan perbedaan yang mencolok dalam urusan administrasi, status, dan latar belakang. Perbedaan tersebut harusnya tak menjadi masalah serius, mengingat tujuan pendidikan adalah mendidik manusia. Status pendidikan formal, informal, dan nonformal itu sebenarnya tak ada. Itu hanya penamaan untuk membedakan antara pendidikan saja. Dari ketiganya sama, semua bertujuan menyelenggarakan pendidikan.

Komentar

Postingan Populer