Bila Gerimis Tiba, Aku Berdo’a
Sifat dari
air ialah mengalir ke bawah, ke bawah, dan begitu seterusnya. Hingga kini, kita
lihat air itu datang dari langit, hujan. Saat musim kemarau tiba, selalu saja
hujanlah yang kutunggu dan sebaliknya saat musim penghujan, panaslah yang
selalu kunanti. Begitulah saya ketika menyambut kedua musim ini. Mendung
kerapkali menjadi tanda datangnya hujan yang diikuti dengan rintikan-rintikan
air, gerimis.
Jika
gerimis, kebanyakan orang akan segera mengamankan barang-barang yang kiranya
berakibat fatal. Keadaan seperti ini terjadi sendiri, tanpa ada perintahdan
bersifat dadakan. Begitulah rutinitas spontan yang dilakukan ketika gerimis
datang.
Gerimis tak
selalu datang sebelum hujan, terkadang ada setelah hujan deras reda. Dan gerimis pun tidak melulu diikuti oleh
hujan. Bila pagi hari tiba dan saat itu gerimis datang, aku dan teman-teman
selalu gelisah menunggu keputusan tuhan untuk menurunkan hujan atau tidak.
Ketika mendekati jam-jam sekolah, itulah saat menegangkan. Bila Gerimis Tiba, Aku Berdo’a meminta “Bila gerimis ini akan menjadi hujan,
lamakanlah hujan ini. Namun, apabila tidak redakanlah hujan ini” begitulah
do’aku setiap kali hujan datang menjelang jam keberangkatanku ke sekolah.
Bila sebelum
dan sesudahnya hujan masih gerimis, maka kami akan memulai perjalanan ke
sekolah dengan berjalan tanpa sepatu. Terkadang aku sendiri membawa sandal
jepit dan menaruh sepatu yang dibungkus plastik di dalam tas. Bila hanya
membawa sandal tanpa sepatu, maka resikonya harus siap di kejar-kejar sang
pengajar. Terkadang setiap melakukan razia, guru yang bertugas ini mendapat
banyak sandal yang mencapai satu kardus. Namun, ketika pulang sekolah sandal
itu dikembalikan lagi. Begitulah tradisi di sekolahku ketika musim penghujan
datang, razia sandal.
Berbeda jika
sudah kembali ke pondok. Razia sandal tak ada, malah kerap santri-santri menggosob sandal. Di pondok, bagi kami gerimis tak menjadi ancaman yang berat. Pada
saat kompetisi sepak bola di gulirkan di musim penghujan saja, masih banyak
santri antusias mengikutinya. Sewaktu gerimis, semua anggota berangkat
bersama-sama dengan posis sarung yang harus disingkap ke atas dan hal ini
terjadi diwaktu kepergian dan kepulangnya dari lapangan.
Tak hanya
itu, gerimis juga tidak menjadi penghalang bagi kita dalam melaksanakan
kegiatan mengaji. Hanya saja, ketika gerimis sudah berubah hujan, maka
lagi-lagi kita semua harus menunggu reda. Dan disini lagi-lagi aku berdo’a. Meminta
hujan yang lebat. Padahal aku dan santri lainnya telah siap untuk berangkat,
sudah membawa kitab, bolpoin, dan sandal. Aku merasa aneh, kenapa harus berdo’a
seperi itu, padahal mengaji merupakan agenda yang wajib dan tak bisa dihindari
di tempat ini.
Tak bisa
dibantah bahwa gerimis disini telah menjadi memori bagi kehidupan saya, banyak
sekali peristiwa-peristiwa yang sifatnya menarik untuk diperbincangkan. Dan saya
berkeyakinan bahwa setiap manusia yang bertemu gerimis, pastinya mempunyai
kenangan tersendiri. Begitu dan sekian.
-Aklis Zain-
Komentar
Posting Komentar