Momen Kurban yang tak Harus Dilupa
Kurban
berasal dari kata “qaruba” yang berarti dekat. Jika ditilik, kurban dapat
diartikan secara vertikal dan horisontal. Secara vertikal, kita dapat
mengartikannya sebagai hubungan spiritual kepada Tuhan. Sedangkan apabila
secara horisontal diartikan sebagai pengorbanan bahwa kita telah mengungkapkan
cinta. Lewat kurban inilah, momentum memperbaiki jalinan hubungan kita terhadap
Tuhan dan sesama.
Nabi
Ibrahim a.s selalu menjadi rujukan ketika hari kurban datang, dan hal tersebut
mungkin akan terjadi sampai akhir nanti. Peristiwa kurban merupakan sarana yang
diberikan guna menguji Ibrahim a.s, karena seakan ia melebih-lebihkan cintanya
kepada Ismail daripada Tuhan. Singkat cerita akhirnya Ibrahim a.s berhasil
menjalankan ujian yang diberi oleh Allah.
Posisi
Ismail hanya sebagai perantara ujian yang diberikan Tuhan kepada ayahnya. Maka
wajarlah bila Ismail tak jadi meninggal ketika sang ayah menyembelihnya, Ismail
saat itu digantikan oleh seekor kambing jantan. Apabila Ismail meninggal,
mungkin hingga kini kita akan ada sebuah tradisi penyembelihan anak.
Di
waktu yang bersamaan pula, kita juga menjumpai ritual ibadah rukun islam ke
lima, ibadah haji. Di sini, kita juga akan belajar sosial dan spiritual. Dewasa
ini, banyak kejadian yang sering menjanggalkan dan sudah menyebar di Indonesia,
beberapa masalah seperti, budaya korupsi, turunnya ekonomi, ricuhnya dunia
politik, dan penyalahgunaan pendidikan. Dengan datangnya bulan haji dan kurban,
sesungguhnya kita diajak untuk saling peduli terhadap sesama dan belajar
merelakan apa yang kita cintai kepada orang yang membutuhkan.
Terdapat
perbedaan perilaku masyarkat terhadap dua hari raya umat islam ini. Lihat saja,
ketika menjelang idul fitri, banyak sekali orang dan bahkan hampir dari semua
kalangan mampu membeli kebutuhan untuk menyambut datangnya hari raya, seperti
jajanan dan serangkaaian pakaian baru. Mudah sekali mereka mengeluarkan biaya
banyak saat itu, seakan-akan mereka tak ingat betapa susah untuk memperolehnya.
Lain
lagi jika yang datang adalah hari raya idul adha, sedikit sekali orang yang mau
mengeluarkan biaya untuk membeli seekor binatang guna dikurbankan. Seakan-akan
antusiasme masyarakat telah layu. Padahal apabila kita tengok, animo masyarakat
di hari raya Idul Fitri itu subur, seolah-olah mereka itu telah lahir kembali. Toh, jika dilihat dari finansial yang dikeluarkan,
bedanya tak jauh-jauh amat.
Momentum
ini, seharusnya dapat dimanfaatkan sebaik mungkin, karena pristiwa ini terjadi
satu tahun sekali. Sebenarnya Tuhan itu tidak membutuhkan hari-hari raya,
daging kurban, serta ibadah kita. Kitalah yang sebenarnya membutuhkan Tuhan.
Beruntung, Tuhan tak henti-hentinya memberi kesempatan kepada kita untuk menuju
jalan yang benar dan memberi kesempatan kepada kita untuk memperbaiki diri di
hadapan-Nya.
Komentar
Posting Komentar