Berawal dari Pendidikan

K.H. Dewantara mengungkapkan bahwa
alam pendidikan manusia ada tiga yang terangkum dalam “Sistem Tripusat”, yaitu
alam keluarga, alam perguruan, dan alam pemuda. Alam keluarga menjadi alam
pertama bagi manusia untuk belajar, hal itu wajar karena pada alam ini, anak-anak
pertamakali dikenalkan dengan sesuatu yang berada di lingkungan sekitarnya.
Maka pengaruh dari pendidikan awal ini sangat vital.
Buku Guru Gokil Murid Unyu, ialah salah satu buku yang ingin
memberitahukan hal-hal yang terpenting dan tidak penting dalam kehidupan ini.
Yang tak hanya terpaku dalam soal guru dan murid saja, buku ini juga memberikan
koreksi terhadap penyelengaraan pendidikan, serta pencerahan hidup untuk menuju
kehidupan yang bahagia. J. Sumardianta sebagai seorang pencipta buku ini dan
seorang guru yang telah lama bergelut dengan dunia pendidikan. Selain itu, buku ini munculnya tepat pada
masanya, menjelang pergantian kurikulum.
Pendidikan
Jika sudah berstatus menjadi
guru, maka tidak bisa tidak orang tersebut harus bergelut dengan komponen dalam
pembelajaran seperti siswa, materi, metode, pendekatan, serta beberapa
perangkat lainnya. Menjadi guru bukan perkara yang mudah selain komponen tadi, masih banyak yang
harus dikerjakan dan diperhatikan. Salah satunya ialah mengajar
siswa. Disini, tidak hanya sekedar mengajar, guru juga harus
dapat menyesuaikan dengan murid serta membuat inovasi-inovasi yang baru.
Guru medioker, seperti yang
disebut Sumardianta merupakan sebuah contoh yang diberikan pada pendidik yang tak
mengetahui terhadap kebutuhan siswa di era ini. Anggapan bahwa murid
merupakan kertas putih bersih, harus mulai dihapuskan. Karena melalui kecepatan
pertumbuhan teknologi, semua informasi dapat diakses dengan mudah. Dengan
adanya hal seperti ini, maka secara posisi peran guru berubah menjadi
fasilitator.
Dengan adanya kemajuan teknologi
yang tiada henti serta globalisasi dan modernisasi menyebabkan anak-anak
menjadi generasi alay, hedonis, dan pragmatis. Generasi seperti inilah yang
harus ditakutkan, karena kebanyakan orang seperti ini tak mau berusah lebih
keras. Hal tersebut terbukti pada mahasiswa yang
berlatar belakang mampu dan tidak. Semua itu terlihat
pada semangat mereka untuk memperoleh intelektual.
Bila sudah tahu akan hal seperti ini, maka ini adalah tugas dari orang-orang
yang bergerak dalam dunia kependidikan seperti orangtua, guru, kepala sekolah,
dan lainnya. Namun lagi-lagi guru menjadi aktor penting di dalamnya. Dan
pikiran yang harus dipunyai seorang guru ialah mempunyai pemikiran bahwa “semua
manusia itu tak ada yang bodoh”.
Kebahagiaan
Kebahagiaan telah menjadi idaman dikalangan semua manusia, baik itu miskin
ataupun kaya. Namun, jalan untuk meraih kebahgiaan itu pun mereka raih dengan
jalan berbeda-beda. Kebahagiaan ala Arvan Pradiansyah yang dipaparkan di buku
ini yaitu: sabar, Syukur, bersahaja, kasih, memberi, memaafkan, dan pasrah.
Ketujuh paparan ini tak bisa melekat pada diri kita seketika. Butuh proses dan
latihan rutin yang harus dijalani.
Bahagia tak lain ialah dapat menikmati
hidup dengan sesungguhnya. Ketika bersosial pun kita juga akan memandang semua
kalangan sama, tak membedakan statusnya. Bahagia merupakan layaknya puncak dari
kehidupan, ia mampu membuat semua hubungan manusia menjadi harmonis, semua
manusia bersaudara. Namun bahagia tak bisa luput dati pendididikan. Dengan
demikian, maka untuk mendapat kebahagiaan kita harus memperoleh pendidikan yang
mapan dan tepat. Begitulah pentingnya pendidikan. Menetukan semua yang kemudian
bermuara pada kebahagiaan.
Isi dari buku ini sangat
inspiratif, cocok dibaca bagi para calon guru dan seorang guru karena
menyesuaikan pendidikan masa kini dan mengajarkan kita akan kebahagiaan hidup.
Adapun yang masih kurang dari buku ini adalah penulisan yang fontnya masih
belum sama satu dengan lainnya. Seharusnya pada percetakan yang ketiga ini buku
ini lebih sempurna lagi. Sekian.(Aklis_Zain)
Sore, 17:53. 9/11/2013
Komentar
Posting Komentar